Sudah seminggu semenjak gue pulang dari kampung halaman, dan hampir setiap hari Mataram diguyur hujan. Namun anehnya terkadang langit Mataram juga cerah. Bah! Lalu apa artinya semua ini? Yah.. bisa dibilang cuaca di Mataram akhir-akhir ini sedang labil-labilnya selayaknya anak muda yang sedang jatuh cinta. Terkadang senang, terkadang pula murung.
Gue balik ke Mataram bareng sama nyokap gue karna nyokap gue sekalian mau belanja, maklumlah..ibu-ibu cyiint.. hobinya belanja. *eh maap*.
Gue sama nyokap balik ke Mataram naek travel dan kami duduk di kursi paling depan bersebelahan dengan supir. Jadi di barisan paling depan cuma ada kami bertiga. Nyokap, gue, dan
supir. Si supir sempat ngobrol beberapa saat dengan nyokap, dan kalo di diperhatiin, sepertinya supir itu adalah blasteran. Blasteran antara Sumbawa dan Zimbabwe. Rambutnya keriting, dan kulitnya item lebam (item kebiru-biruan). Saat itu gue sadar, ternyata seitem-itemnya gue, masih banyak orang yang lebih item dari gue. Terimakasih Tuhan..
Awalnya emang nyokap seneng ada temen ngobrol selama perjalanan, tapi nyokap akhirnya bosen karna sepanjang perjalanan itu supir gak henti-hentinya ngoceh. Terlihat jelas wajah nyokap gue yang bete banget dengerin tuh supir curhat. Akhirnya nyokap gue pura-pura tidur dan alhasil itu supir malah curhat ke gue. Dia mulai curhat masalah gajinya yang gak kunjung naik, sampe curhat tentang masalah dia yang ditinggal pergi oleh istrinya. Gue bingung, apa sih maksudnya dia curhat masalah dia ditinggal sama istrinya ke gue? apa mungkin dia berharap gue bakalan mau mengisi kekosongan hatinya yang sudah lama tidak terjamah cinta itu? atau dia berharap gue bakal kasihan dan bakalan minjemin pundak gue buat dia bersandar? Sory, gak semudah itu pak. GUE BUKAN COWOK YANG SEPERTI BAPAK PIKIRKAN!!! *Astagfirullah
Perjalanan dari Sumbawa ke Mataram membutuhkan waktu kurang lebih selama 6 jam, dan supir itu sudah ngajakin gue ngobrol mungkin udah setengah dari waktu perjalanan gue. Itupun belum termasuk saat di atas kapal saat penyebrangan. Entah apa yang dipikirkan bapak supir itu sampai-sampai dia ngerasa nyaman banget curhat sama gue. Ketika supir itu mulai curhat, entah kenapa yang terbayang dipikiran gue adalah acara curhatnya Mama Dedeh, “dari hati ke hati”. Dan entah di antara kami mana yang berperan menjadi Mama Dedeh, dan mana yang berperan menjadi menjadi Abdel.
Pengen banget gue bilang ke bapak itu kalo gue capek. Gue capek dengerin dia curhat. Atau gue pura-pura tidur aja kayak nyokap biar si bapak berhenti ngomong? Tapi gue gak bisa, soalnya gue orangnya gak tegaan. Akhirnya guepun berusaha keras buat menjadi pendengar yang baik buat si bapak walau sebenarnya dalam hati gue muak! Pengen rasanya gue kentut di dalam travel biar semua orang di atas travel tau betapa tersiksanya gue, dan betapa sulitnya di posisi gue saat itu. Atau gue langsung kentutin aja mulutnya si bapak biar dia berhenti ngomong? Tapi gak bisa juga, gue takut kualat sama orang tua. Di tengah season curhat bapak itu, tiba-tiba aja gue tertegun setelah bapak itu mengatakan sebuah kalimat, kalimat yang langsung menyadarkan gue. Bapak itu bilang, “mungkin bukan salahnya istri saya ninggalin saya, sayanya aja yang mungkin belum siap istri saya pergi”. Yah, sepotong kalimat sederhana yang bermakna lugas. Tiba-tiba gue jadi ngerasain apa yang bapak supir itu rasain. Gimana sakitnya ditinggalin saat kita benar-benar sudah sayang sama seseorang. Gimana pedihnya diabaikan ketika kita telah benar-benar bergantung pada seseorang. Sakitnya, pedihnya, melebihi seperti saat sistem imunitas tubuh kita yang tiba-tiba kacau hingga menyebabkan kinerja hati tidak optimal lagi seperti biasanya. Terasa ada organ yang sakit di dalam tubuh, namun kita tidak tau bagaimana cara menghilangkan rasa sakit itu sendiri. Rasa sakit itu harus cepat disembuhkan agar tidak semakin parah. Dan tentu butuh bantuan orang lain untuk mengobatinya, agar nantinya rasa sakitnya tidak semakin menjadi-jadi.
Namun dari situ akhirnya gue sadar satu hal. Ketika kita mulai mencintai seseorang, kita tidak boleh terlalu banyak berharap. Sebuah harapan yang berlebih, tentu nantinya akan mengakibatkan rasa sakit yang berlebih pula. Karna segala sesuatu yang berlebihan, sesungguhnya itu tidak baik.
Jatuh cinta itu adalah patah hati yang tertunda. Jadi ketika kita jatuh cinta pada seseorang, janganlah mencintainya melebihi cinta kita terhadap pencipta-Nya. Jangan pikir Tuhan tidak cemburu, maka dari itu cintailah ciptaan-Nya sekedarnya saja, agar nanti ketika ciptaan-Nya itu pergi, engkau bisa melepaskannya dengan senyuman sambil berkata, “AKU IKHLAS”.
Mungkin begitu juga dengan gue. Gue bukannya gak bisa move on, gue cuma belum siap aja ketika dulu dia pergi ninggalin gue saat dia memutuskan lebih memilih laki-laki lain. Gue tau mantan gue penyayang binatang, maka dari itu gue coba buat mengerti ketika dia lebih memilih buaya itu daripada gue. Yah, mungkin gue sekarang udah bisa ngelepasin dia. Sekarang gue juga cuma bisa senyum ketika gue tiba-tiba keinget saat dia ninggalin gue dulu. Tapi satu hal yang belum bisa gue lakuin, gue masih susah buat ngikhlasin dia. Karna ngelupain dia, sama aja seperti mencoba mengingat orang yang sama sekali belum pernah gue kenal.
Satu kalimat terakhir dari pak supirpun menjadi kalimat penutup perbincangan kami saat itu. Gue cuma bisa terdiam sambil melihat mata bapak supir itu yang mulai berkaca-kaca. Sesekali bapak itu menyeka air matanya yang hampir jatuh dengan sapu tangan bergambarkan Donald bebeknya. Air matanya itu seperti melukiskan betapa dalam kesedihannya, dan betapa dalam cintanya terhadap istrinya itu. Guepun mengalihkan pandangan gue ke arah luar travel yang dimana saat itu hujan deras. Satu hal yang gue takutin saat hujan deras itu. Gue cuma takut bapak supir itu tiba-tiba aja ngeberhentiin travel dan lari keluar buat nangis. Gue gak bisa bayangin, betapa konyolnya perjalanan gue balik ke Mataram terhambat cuma gara-gara supir travel yang galau. Tapi untung aja supir itu gak ngelakuin hal konyol itu dan akhirnya gue, nyokap, beserta penumpang-penumpang travel yang lain sampai di Mataram dengan selamat.
Saat gue dan nyokap sampai di Mataram, gue langsung nelpon taxi buat jemput karna memang saat itu hujan deras dan barang bawaan nyokap gue banyak banget. Barang-barang bawaan itu bukan seperti barang-barang orang yang sedang berlibur atau berkunjung ketempat anaknya. Gue lebih memilih menyebut itu adalah barang-barang orang yang akan pindah rumah ketimbang barang-barang orang yang sedang berkunjung. Baiklah, cukup sampai di sini dulu membicarakan masalah barangnya, karna gue takut kita semua bakal berpikir lebih jauh tentang barang kita maupun barang-barang orang lain yang seharusnya tidak perlu kita pikirkan. Tidak mengerti? Sudahlah..kita semua sudah sama-sama dewasa kok.
Tak lama selang beberapa saat, taksi yang gue telpon pun datang. Gue cuma berharap supir taksi kali ini gak segalau supir travel yang tadi. Karna kalau seandainya supir taxi ini bakalan curhat lagi ke gue, gak peduli supir taksi itu tetangganya siapa, supir itu bakalan gue cubit, terus gue kelitikin sampai dia meraung-raung minta ampun! Sadis kan gue?! Gue si orangnya tegas.
Taksipun melaju kencang diiringi suara hujan yang semakin lama mulai mereda. Gue dan nyokap pun akhirnya sampai di kos gue, kos “lebah madu”. Entah mungkin terkesan agak feminim, tapi itulah nama yang diberikan oleh bapak kos gue. Sebenarnya bapak kos gue gak melambai kok, dia cuma agak suka segala hal yang berbau-bau tentang kewanitaan. Seperti bau ketek wanita, dan bau kentut wanita. Sungguh aneh dan menjijikkan ya teman-teman.
Sesampainya di kos, gue dan nyokap pun disambut dengan senyuman hangat dari bapak kos. Entah ada makna apa di balik senyuman hangat yang agak sedikit nakal dari bapak kos yang dilayangkan ke arah gue. Tapi sudahlah, itu gak penting. Gue dan nyokap pun melanjutkan langkah kaki gue kearah kamar untuk beristirahat dari lelahnya perjalanan hari itu.
Coba telusuri silsilah keluarga anatara kamu ma pak supir de'...kan itam legam ma itam muda bisa jadi berhubungan, lagipula kamu ma pak supir juga sama2 blasteran, btw suka dibagian yak so(k) wise ini --> Namun dari situ akhirnya gue sadar satu hal. Ketika kita mulai mencintai seseorang, kita tidak boleh terlalu banyak berharap. Sebuah harapan yang berlebih, tentu nantinya akan mengakibatkan rasa sakit yang berlebih pula. Karna segala sesuatu yang berlebihan, sesungguhnya itu tidak baik.
BalasHapusyaampun pas banget, ada pesan terselip meskipun ceritanya bikin ngakak. pas banget :')
BalasHapusahaha *ngacungin jempol*
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus