Sabtu, 08 Desember 2012

Tetaplah Tersenyum

Hari itu tepat 7 hari kepergian ayahmu. Terlihat samar-samar wajah cantikmu yang sedang bersedih dari kejauhan. Aku menatapmu diam dari barisan kursi paling belakang yang sudah kau siapkan untuk para tamu. Kau berdiri di depan rumahmu sambil menatap ke sekelilingmu seakan menunggu seseorang yang akan datang. Aku berharap orang yang kau tunggu itu aku, namun itu tidak mungkin. Kau pasti menunggu orang lain. Ya, kau pasti menunggu orang lain.

Saat itu kau menggunakan kerudung berwarna putih. Cantikmupun makin terpancar dengan kerudung putih itu. Sebuah kecantikan yang bukan hanya dari fisik, tapi juga dari hati. Tapi  entah ada yang sedikit berbeda darimu. Matamu terlihat sedikit sayu. Apa kau baru saja menangis seharian?
Entahlah, aku hanya bisa tetap diam memandangmu dari kejauhan tanpa berani menanyakan hal itu.

Sebenarnya saat itu aku ingin datang menghampirimu untuk sekedar bersalaman denganmu, menyampaikan bela sungkawaku. Menyampaikan betapa menyesalnya aku yang terlambat tau musibah yang telah terjadi padamu. Aku seharusnya menghampirimu, namun sayangnya keinginan itu terkalahkan oleh nyali yang mungkin tidak lebih besar dari hatiku.

Meski tak kau rasa, aku merasakan apa yang kau rasa. Kesedihan itu, kesepian itu, aku juga merasakannya. Aku selalu ingin berada di sampingmu. Menemanimu melewati semuanya. Menghiburmu agar kau bisa lupa kesedihanmu meski hanya sejenak. Menolongmu melepaskan beban-beban yang ada di pikiranmu meski hanya sejenak. Aku tidak hanya ingin melihatmu bahagia, tapi aku juga ingin menjadi penyebab-penyebab dari kebahagiaan itu. Tetaplah tersenyum teman, kau lebih tegar dari yang kau tau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar