
Sebuah pertemuan yang aku menyebutnya takdir, sedangkan kamu menyebutnya ketidaksengajaan. Ketidaksengajaan yang akhirnya hanya bisa menjadi kenangan. Kenangan yang awalnya sama-sama kita ciptakan untuk menjadi alasan agar saling mengingat, dan ternyata memang benar-benar membuatku selalu mengingatmu hampir setiap waktu hingga membuatku lupa caranya untuk melupakanmu.
Selamat malam, kita. Kita yang dulu pernah aku dan kamu banggakan, kita yang dulu pernah sama-sama aku dan kamu congkakkan kini malah ditaklukkan oleh jarak. Bagaimana tidak, kita itu cuma 4 huruf, sedangkan jarak ada 5 huruf. Kita pasti kalah sama jarak. Karna memang, jarak bukan lagi soal raga, tapi soal rasa. Dan mungkin, saat ini jarak juga yang sudah mengalahkan rasa kita.
Aku tidak menyalahkan kamu, tidak. Karna aku merasa hubungan ini memang sudah seperti bom waktu yang akan siap meledak kapan saja. Dan akhirnya sekarang benar-benar meledak disaat aku benar-benar belum siap sehingga akhirnya membuatku terluka. Dan sialnya, aku malah terluka seorang diri.
Kamu pernah bilang, kita punya banyak kesamaan. Mulai dari hal sederhana seperti warna kesukaan, sifat, hingga menurutku yang paling penting adalah selera humor kitapun sama. Tapi apa mungkin hanya dengan itu kita bisa bertahan? Dan kenyataannya memang menunjukkan tidak bisa. Kita berusaha mati-matian untuk membuat satu sama lain tertawa tanpa mempedulikan diri sendiri. Apakah aku tidak lucu lagi untukmu, ataukah kamu tidak lagi lucu untukku? Tentu tidak, semuanya hanya karna kita tidak lagi bisa mengerti lelucon satu sama lain. Atau mungkin sesederhana kita tidak lagi bisa tertawa bersama-sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar